...aku
duduk tepat di hadapannya, menatap dia yang sedang manis-manisnya
memberikan senyum padaku. Aku lahap habis senyum yang ia suguhkan itu,
tidak kusisakan sedikitpun. Aku lapar sekali.
Hari
ini minggu, harinya untuk bersantai, sesantai gaya wanita di depanku
itu. Kaos polos berwarna abu-abu dengan celana jeans hitam panjang dan
ditutup dengan sepatu. Ditambah rambut harumnya yang hitam lebat, oh
sungguh indah ciptaan Tuhan yang satu ini. Aku berterima kasih pada
Tuhan untuk keindahan ini. Mataku tak berhenti lapar untuk terus memakan
tiap senyum yang ia berikan. Dia suka sekali tertawa, dan aku lebih
senang lagi karena aku alasannya tertawa. Aku akan dengan sangat senang
hati untuk membahagiakannya, entah apa yang terjadi, tapi seperti itulah
yang terasa saat ini.
Kami
mulai ngobrol. Obrolan ringan seputar menanyakan kabar dan apa saja
yang dilakukan hari itu. Untung kami tidak kaku, dan untungnya lagi, dia
orangnya asik. Begitu asiknya sampai-sampai obrolan kami sudah melebar
kemana-mana. Mulai dari tentang suku, sejarah, politik, sampai
pembahasan ngawur soal abang-abang pelayan yang cuek saat kami meminta
pesanan. Pembahasan kami asik sekali. Bukan bukan.. Dia yang asik
sekali. Dia bukan tipe wanita yang jaim, ngobrol seadanya, tertawa yang
dibuat-buat semata-mata agar terlihat menarik. Tidak. Dia sudah menarik
bahkan sejak pertama kali melihatnya. Setidaknya buatku.
Tidak
terasa 6 jam sudah kami duduk berdua di sudut ruangan kesukaan kami
itu. Menjadi bahan omongan pengunjung lain yang mungkin merasa terganggu
karena kami berisik sekali. Suara kami yang tiba-tiba bernada keras
saat keasikan bercerita, dan belum lagi tertawa kami yang sangat kencang
sampai seisi ruangan dapat mendengar. Tapi aku tidak perduli dengan
semua itu, aku lagi senang. Sangat senang, bahkan terlalu senang. Dan
aku sadar, itu mulai tidak baik. Karena..
saat kau mulai terbiasa dengan adanya seseorang, maka kau tidak akan biasa saat dia tidak ada...
Jadi, kami akhiri saja pertemuan itu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar