Sore ini, matahari berbaik hati menemani
dalam kesibukanku yang tidak terlalu sibuk, atau lebih tepatnya
disibuk-sibukkan agar terlihat sibuk. Matahari satu-satunya yang tahu betul
bagaimana sebisanya kulawan kebosanan, melawan kantuk yang sangat sebab tidurku
masih kurang pagi tadi. Entah berapa kali sudah aku menguap seharian ini.
Matahari dengan sinarnya yang kekuningan masuk menembus kaca jendela di sebelah
kananku, memantul di lantai keramik kuning yang sedang kuinjak, membawa
panasnya yang kini mulai terasa menembus sepatu dan kaos kaki panjang sebetis
yang sedang kupakai, kaos kaki ini, kekasihku yang memberikannya.
Kini, ada bayangan di bawahku, tepat di bawah
bangku hitam yang sedang kududuki ini, cukup nyaman. Di atas meja yang sedang
kupakai untuk menyibukkan diri, matahari mengajak bermain dengan sinar
keemasannya, berlarian di keyboard dan jari-jariku, tak kupedulikan, aku terus
menyibukkan diri.
Di luar, dari jendela yang tepat di hadapan
kananku, bisa kulihat dua pria sedang sibuk dengan urusan mereka, melayani
orang-orang yang berdatangan sambil membawa kendaraan bermotor mereka. Aku
tahu, dua pria itu memang sibuk, bukan seperti aku. Dua pria tadi memakai
kemeja merah juga celana merah, itu seragam yang mencolok mata. Mereka membawa
serta senyum di bibir selalu, entah mereka memang sedang berbahagia atau
dibahagia-bahagiain agar terlihat bahagia. Entahlah. Yang jelas aku sedang
bosan, bahkan saat melihat mereka berdua.
Semakin sore, matahari semakin rendah,
bayangan kakiku pun makin menjauh dan cahayanya terus memudar. Terdengar dari
luar kendaraan berlomba-lomba menuju pulang, siapa yang lebih dulu sampai ke
rumah dan merebahkan tubuh. Sekencang mungkin menancap gas membuat kenalpot
menjerit. Tapi memang, pulang dan beristirahat adalah pilihan yang paling
menyenangkan saat ini. Tidur dan membunuh semua rasa bosan yang ada.
Tapi belum, aku masih harus membiarkan bosan
ini terus menang atas diriku dan menguasai keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar