Tatiana
tercinta,
Surat
yang kau kirimkan sudah sampai padaku, lengkap dengan wangi parfum yang dengan
sengaja kau semprotkan. Kau tahu aku sangat suka wangi tubuhmu, wangi yang
berasal dari parfum itu tentu. Juga seorang pria tua yang datang bersama dengan
suratmu, belakangan aku sadar kalau pria tua itu hanyalah tukang pos. Aku sempat
bingung mau aku apakan pria tua itu, akhirnya setelah berbincang cukup lama aku
suruh pulang saja.
Kau
tahu Tatiana apa yang kami perbincangkan?
Sore
itu senjaku kehilangan kemilaunya, juga burung-burung yang suka terbang di sana,
dan perahu yang biasa lewat dan membentuk siluet di kejauhan. Semua menghilang.
Senjaku tidak lagi jingga. Perlahan sinarnya memudar, dan kehilangan
kemilaunya. Aku dan pria tua itu sama-sama terkejut melihat senjaku yang tidak
lagi merona membakar langit dan kehilangan keemasan.
Surat
yang kau kirimkan Tatiana, mengejutkan tiap bulu di tangan, kaki, juga perut
dan dadaku. Semua sontak berdiri serentak tanpa kuberi aba-aba. Sedangkan aku
masih saja menatap surat yang sama beberapa menit setelah kertas coklat yang
membungkus suratmu kubuka, hingga aku percaya itu memang darimu. Aku sempat
berharap surat ini hanya salah alamat, atau tukang pos tua itu sudah terlalu
tua untuk mengantar surat ke alamat yang benar. Tapi kenyataan menamparku
dengan kebenaran, itu memang suratmu dan ditujukan memang untukku.
Suratmu
bertinta emas Tatiana,
Sepertinya
senjaku sudah kau tuliskan ke dalam suratmu, menjadikannya kata-kata yang
begitu indah, menjadi kalimat-kalimat pembuka, menjadikannya nama-nama yang
tidak begitu kukenal, menjadikannya doa-doa tentang kebahagiaan yang bukan kita.
Menjadikannya sebuah tanggal juga hari yang aku tahu betul hari itu seminggu
lagi.
Sepertinya
senjaku tidak akan pernah lagi ada Tatiana, kecuali dalam suratmu yang merona
memancarkan cahaya keemasan yang membakar seluruh langit dan menyilaukan mataku
dengan sinarnya. Kudengar pula kepak sayap burung camar dalam suratmu.
Suratmu
bertinta emas Tatiana,
Sepertinya
senjaku sudah kau tuliskan menjadi namamu, berdekatan dengan nama seorang pria
yang aku tidak tahu siapa, barangkali aku tahu artinya apa. Dan semua ini mengacaukan duniaku.
Bagaimana tidak, senjaku tidak akan lagi terbenam di tempatnya semula.
Ah,
sudahlah. Aku tidak tahu lagi harus menulis apa. Aku sedang kacau. Biarkan aku
memakan semua perasaanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar