Aku tidak tahu harus
memulai dari mana. Apa saat kita pertama kali jumpa? Atau saat pertama kali aku
ajak kau makan malam berdua? Ah, terlalu banyak cerita bahagia, Rahmi.
Setelah beberapa bulan sejak pertemuan pertama kita, akhirnya kau mau juga aku ajak jalan, dan bersenang-senang bersama. Tapi setelah sebelumnya aku menunggu lama untuk kesempatan pertama itu. Padahalkan aku tidak suka menunggu. Setelah dengan sabar beberapa bulan hanya berbincang denganmu melalui sosial media. Kita baru kenal, mungkin. Jadi kau belum percaya, itu hal yang biasa.
Malam itu, setelah seharian kita lelah mengikuti sebuah acara dari instagram, acara hunting foto tepatnya. Ke sebuah kota kecil tidak jauh dari Medan, Binjai. Sejak pagi mendekati siang hingga sore menjelang malam, kita bersama teman komunitas fotografi, mengabadikan moment-moment dalam bentuk foto. Itu kegiatan yang menyenangkan buatku, ditambah lagi itu bersama denganmu. Ya, meskipun awalnya aku sudah tidak ingin ikut serta dalam acara pada hari minggu itu. Kamu sih penyebabnya, saat kutanya “Kamu jadi ikut acara pagi ini, kan?” masih melalui jejaring sosial. Sontak jawabanmu menggugurkan semangat serta niat besarku untuk pergi “Nggak nih, di sini hujan. Lagian sudah pukul 9:30, tidak akan sempat mengejar waktu, keretanya berangkat pukul 10:00”. Dengan kecewa, aku jawab. “Oh, yasudah. Tidak apa-apa”. aku yang sedari pukul 9:20 sudah berada di stasiun, kembali melanjutkan menunggu, menunggu teman lain yang sebelumnya sudah janjian ketemu di stasiun. Jadwal acara pagi ini sudah berantakan karena hujan sedari pagi tadi. Rencana awalnya adalah bertemu di stasiun pukul 7:30, dan berangkat dengan kereta pukul 8:00. Tetapi sebenarnya hujan sedang senang-senangnya bermain dengan bumi, angin dan tanah sejak malam tadi. Saat akan tidur pukul 02:00 tengah malam, hujan sudah lebat berhiaskan kilat. Mungkin reda lalu hujan lagi. Oleh sebab itu, rencana harus diundur sampai pukul 10:00. Tepat pukul 10:00, saat yang lain sudah berkumpul, kami hendak membeli tiket kereta. Namun, lagi-lagi semesta punya rencana, tiket sudah habis terjual semua atau kami terlambat beberapa menit sebelum kereta berangkat, entahlah, yang penting kami tidak jadi berangkat saat itu. Kami berfikir sejenak, saling tanya, bagaimana seharusnya. Kami ambil keputusan mengundur lagi rencana, menyesuaikan dengan jadwal kereta berikutnya. Pukul 11:30. Satu setengah jam lagi kami harus menunggu. Langsung aku teringat denganmu, Rahmi. Itu waktu yang sangat cukup untuk kau bersiap dan datang ke sini, padaku. Langsung kuberitahukan padamu, “Acaranya diundur nih, jadi jam 11:30. Masih mau ikut, gak?” ini kabar gembira dari semesta, inilah rencananya. Kita dipermainkan, dibuat bingung dengan hal-hal yang tidak kita mengerti, lalu, sebuah kejutan. Ah, Tuhan suka bercanda. Kau pun cepat membalas, “Eh, yang bener nih? Bukan bercanda, kan? Kalau bener aku berangkat.” Seperti tahu kalau tadi aku kecewa, kini kau ingin menebusnya dengan membuatku bahagia. “Iya, buruan sini” usahamu sangat berhasil, aku senang.
Setelah beberapa bulan sejak pertemuan pertama kita, akhirnya kau mau juga aku ajak jalan, dan bersenang-senang bersama. Tapi setelah sebelumnya aku menunggu lama untuk kesempatan pertama itu. Padahalkan aku tidak suka menunggu. Setelah dengan sabar beberapa bulan hanya berbincang denganmu melalui sosial media. Kita baru kenal, mungkin. Jadi kau belum percaya, itu hal yang biasa.
Malam itu, setelah seharian kita lelah mengikuti sebuah acara dari instagram, acara hunting foto tepatnya. Ke sebuah kota kecil tidak jauh dari Medan, Binjai. Sejak pagi mendekati siang hingga sore menjelang malam, kita bersama teman komunitas fotografi, mengabadikan moment-moment dalam bentuk foto. Itu kegiatan yang menyenangkan buatku, ditambah lagi itu bersama denganmu. Ya, meskipun awalnya aku sudah tidak ingin ikut serta dalam acara pada hari minggu itu. Kamu sih penyebabnya, saat kutanya “Kamu jadi ikut acara pagi ini, kan?” masih melalui jejaring sosial. Sontak jawabanmu menggugurkan semangat serta niat besarku untuk pergi “Nggak nih, di sini hujan. Lagian sudah pukul 9:30, tidak akan sempat mengejar waktu, keretanya berangkat pukul 10:00”. Dengan kecewa, aku jawab. “Oh, yasudah. Tidak apa-apa”. aku yang sedari pukul 9:20 sudah berada di stasiun, kembali melanjutkan menunggu, menunggu teman lain yang sebelumnya sudah janjian ketemu di stasiun. Jadwal acara pagi ini sudah berantakan karena hujan sedari pagi tadi. Rencana awalnya adalah bertemu di stasiun pukul 7:30, dan berangkat dengan kereta pukul 8:00. Tetapi sebenarnya hujan sedang senang-senangnya bermain dengan bumi, angin dan tanah sejak malam tadi. Saat akan tidur pukul 02:00 tengah malam, hujan sudah lebat berhiaskan kilat. Mungkin reda lalu hujan lagi. Oleh sebab itu, rencana harus diundur sampai pukul 10:00. Tepat pukul 10:00, saat yang lain sudah berkumpul, kami hendak membeli tiket kereta. Namun, lagi-lagi semesta punya rencana, tiket sudah habis terjual semua atau kami terlambat beberapa menit sebelum kereta berangkat, entahlah, yang penting kami tidak jadi berangkat saat itu. Kami berfikir sejenak, saling tanya, bagaimana seharusnya. Kami ambil keputusan mengundur lagi rencana, menyesuaikan dengan jadwal kereta berikutnya. Pukul 11:30. Satu setengah jam lagi kami harus menunggu. Langsung aku teringat denganmu, Rahmi. Itu waktu yang sangat cukup untuk kau bersiap dan datang ke sini, padaku. Langsung kuberitahukan padamu, “Acaranya diundur nih, jadi jam 11:30. Masih mau ikut, gak?” ini kabar gembira dari semesta, inilah rencananya. Kita dipermainkan, dibuat bingung dengan hal-hal yang tidak kita mengerti, lalu, sebuah kejutan. Ah, Tuhan suka bercanda. Kau pun cepat membalas, “Eh, yang bener nih? Bukan bercanda, kan? Kalau bener aku berangkat.” Seperti tahu kalau tadi aku kecewa, kini kau ingin menebusnya dengan membuatku bahagia. “Iya, buruan sini” usahamu sangat berhasil, aku senang.
Karena masih cukup lama
sampai jadwal keberangkatan kereta berikutnya, kami sepakat untuk
menunggu sembari mengisi perut. Entah sarapan atau makan siang, di sebuah restorant cepat saji. Tidak lama kau datang, Rahmi. Kau ajak seorang temanmu, teman wanitamu, seseorang yang sudah aku kenal sebelumnya. Kau yang kenalkan. Kita agak canggung hari itu, kita malu-malu, tetapi kita hebat membunuh kaku. Kau hebat, Rahmi. Kau tau cara memperlakukanku, kau tau kata-kata yang menenangkanku. Kau hebat.
menunggu sembari mengisi perut. Entah sarapan atau makan siang, di sebuah restorant cepat saji. Tidak lama kau datang, Rahmi. Kau ajak seorang temanmu, teman wanitamu, seseorang yang sudah aku kenal sebelumnya. Kau yang kenalkan. Kita agak canggung hari itu, kita malu-malu, tetapi kita hebat membunuh kaku. Kau hebat, Rahmi. Kau tau cara memperlakukanku, kau tau kata-kata yang menenangkanku. Kau hebat.
Lalu kita bergabung
dengan teman lainnya yang sedang asik mengobrol bahkan sedang saat makan.
Mereka pun langsung asik menyambutmu, aku terlupakan. Aku merasa cemburu saat
itu. Aku juga makan, sedari pagi perut ini kubiarkan kosong, aku harus
mengisinya. Aku lampiaskan kecemburuanku pada burger yang kini berada tepat di
depan muka. Tanpa kita sadari, kita sudah membunuh waktu. Perut sudah kenyang,
bahan obrolan pun habis saat berbincang, kami siap berangkat. Kami kembali ke
stasiun, dan masuk dalam kereta. Mencari bangku kosong dan duduk, kau tetap
bersama temanmu itu, aku pun bersama temanku. Terlihat dari jendela kalau
kereta sudah bergerak, mulai terasa getara dan gesekan rel kereta diikuti suara
bising dari getaran gerbong. Kami semakin bersemangat.
Sampai pada lokasi
tujuan, kita semua sibuk dengan kamera handphone kita masing-masing, kebetulan
acara itu harus menggunakan kamera handphone saja. Kita mencari objek
sana-sini, menentukan moment yang akan diabadikan. Beberapa kali aku ambil
fotomu, aku senang ada wajah teduhmu di galeriku. Aku suka melihatnya lagi, berulang-ulang.
Hari sudah gelap, matahari sudah meredupkan cahayanya, kita semua sepakat
menyudahi photowalk itu dengan satu foto bersama, atau beberapa sih sebenarnya.
Saat kita telah tiba di stasiun kereta kota Binjai untuk menunggu keberangkatan
menuju Medan, untuk pulang. Aku mengeluh padamu tentang toilet yang sedari tadi
kucari-cari dan tidak ketemu, kau langsung bertanya pada petugas stasiun dan
aku tidak menyangka kau akan seperti itu, Rahmi. Aku kira kau hanya akan
bersikap biasa, seperti wanita biasa pada kebiasaan. Kau berbeda, Rahmi. Kemudian
kau mengajakku, dan benar, ada toilet. Dan hebatnya lagi, kau menungguiku
sampai selesai dari toilet. Aku lagi-lagi tidak mengira kau akan menunggu,
karena wanita kebiasaan akan pergi dan kembali pada teman-teman, aku kira pun
demikian. Sebab itu cukup lama, sampai aku keluar dari toilet, perutku mules
sore itu. Hebat.
Pukul 19:05 kami sudah
tiba lagi di stasiun kota Medan. Waktu yang pas untuk makan malam, dan kami
semua sepakat makan di sebuah cafe/coffee shop. Kau suka tempat itu, kau
beberapa kali makan di situ, kau menceritakannya padaku, Rahmi. Sampai di
tempat itu, aku langsung suka juga dengan suasana serta sofa-sofa yang berjejer
rapi saling berhadapan. Suasana yang tidak terlalu ramai dan berisik, tidak penuh,
tidak banyak orang-orang yang tertawa terbahak saat bercerita, serta hembusan
asap rokok mereka. Aku tau ini suasana yang kau suka. Untung aku orang yang gampang-gampang
saja, diletakan dimana saja akan bisa beradaptasi, dan bersenang-senang. Di sudut
ruangan itu, tepat menghadap jalanan berhiaskan lampu kendaraan, dari lantai
dua kita dan semua teman memilih duduk di sofa berwana hitam. Di sofa itu, kita
duduk bersebelahan, sangat dekat. Hingga lengan kananku sesekali bisa merasakan
sentuhan lengan kirimu. Aroma wewangian dari tubuhmu, yang sangat gampangnya
aku ingat tercium harum. Aku suka saat itu, aku suka moment itu, aku suka saat
itu aku denganmu. Kusimpan sedikit kebahagiaan serta momen menyenangkan dalam
ingatan, semata untuk bahan lamunan saat malam tiba saat aku akan terpejam. Kita
memesan makanan, aku sangat kelaparan malam itu. Kau terheran melihatku
menghabiskan makanan sekejap, sebab kau tau, biasanya aku lama mengabiskan
makananku. Tapi tidak malam itu, aku begitu buas, aku kelaparan. Kuminta sedikit
makananmu, lalu karena itu dan alasan tadi, kau berjanji akan mengajakku makan
malam lagi, berdua. Asal makanku aku habiskan lahap. Aku senang, kau juga
senang. Sudut ruangan itu menjadi saksi betapa kita sedang berbahagia dengan segala
apa yang ada pada kita, berdua. Pada saat akhir-akhir hari itulah baru kita
mendapat ruang untuk kita berdua, teman yang lain sedang sibuk dengan urusan
masing-masing, aku senang, sangat. Kita bercerita asik, seperti tidak ingin
sudah. Tapi kita juga tidak ingin puas, masih ada banyak esok untuk kita berdua
bahas. Sejak saat itu, sudut ruangan itu menjadi saksi, bagaimana sudut ruangan
itu menjadi Sudut Ruangan Kesukaan Kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar