Terakhir kuingat dua
tahun lalu kota ini tidak terlalu besar, ada sebuah restoran makanan cepat saji
di sana dan hanya itu satu-satunya. Tepat di pinggir jalan yang menghubungkan
terminal bus dan pusat kota. Mataku merah, sedikit menyeramkan untuk dilihat
disaat langit masih sedikit gelap menuju pagi, terlihat seperti zombie yang
berjalan. Karena selalu kupejamkan dan tak pernah tertidur, sebab biasanya aku memang
tak bisa tidur di tempat tidur duduk yang berjalan juga berbau. Kalau aku
pernah maka itu tidak biasa. Subuh itu sesampainya di kota pisang saleh yang
belum pernah aku rasakan, aku sempat menikmati secangkir kopi yang memang menjadi
andalan warga sekitar. Kopi itu manis sedikit kelat pahit, mengingatkan aku
akan banyak hal.
Hal-hal menyenangkan yang
disaat bersamaan juga menyedihkan. Mungkin itulah keseimbangan hidup. Aku yakin
tidak akan ada kebahagiaan yang terus-menerus, atau kesusahan yang tak
sudah-sudah. Selalu ada keseimbangan di dunia ini dan begitulah cara kerjanya.
Maka saat kulihat uang yang tidaklah terlalu banyak, aku sedikit sedih juga khawatir
untuk pergi kesana-kesini. Tapi semua cerita dari setiap sudut kota ini tidak
mungkin tidak aku nikmati, lalu disaat inilah keseimbangan itu datang. Aku hanya
perlu berhemat. Kota ini begitu asing, tidak ada yang kukenal. Aku tidak
berharap akan menemukan jodohku disini saat itu. Bahkan aku tidak
memikirkannya, aku hanya berfikir bagaimana aku menikmati semua ini dan uangku
cukup, itu saja.
Sekarang dua tahun
setelahnya,
hujan sedang banyak-banyaknya turun membasahi kotaku. Siang yang seharusnya panas gerah menjadi sedikit sejuk dan tenang. Pas sekali untuk tidur. Tapi aku tidak, aku sedang menungggu kabar dari seorang perempuan, menatap awan gelap yang menurunkan banyak tetesan air melalui jendela tempat aku duduk. Entah perempuan itu sudah makan atau tidak.
hujan sedang banyak-banyaknya turun membasahi kotaku. Siang yang seharusnya panas gerah menjadi sedikit sejuk dan tenang. Pas sekali untuk tidur. Tapi aku tidak, aku sedang menungggu kabar dari seorang perempuan, menatap awan gelap yang menurunkan banyak tetesan air melalui jendela tempat aku duduk. Entah perempuan itu sudah makan atau tidak.
Saat ini juga disaat bersamaan di kota yang
tidak kalah panas itu ada seorang perempuan yang sangat kukenal tinggal di sana.
Aku tidak pernah berfikir akan kembali lagi ke kota itu menemuinya, aku tidak
pernah tau kalau seseorang yang paling ingin kukenal akan berasal dari kota
kecil dengan banyak pantai itu.
Tiba-tiba mejaku
bergetar, getaran itu berasal dari telepon genggam yang daritadi kulihat,
kuangkat, lalu kuletak lagi terus berulang-ulang. Kabar itu datang, itu
perempuanku. Ia menanyakan apakah aku sudah makan. Aku jawab belum, aku sedang
tidak selera untuk makan. Dan itu juga jawaban yang sama darinnya. Sebegitunya seorang
yang sedang jatuh-jatuhnya ke dalam cinta
ditambah lagi sedang merindu segila-gilanya. Tapi itu aku, tidak tau kenapa ia
tidak selera makan. Sesingkat itu, perempuanku harus kembali lagi ke pekerjaannya,
kabar itu pun harus diakhiri. Aku melanjukan merindunya, saat ini hanya itu
yang bisa kulakukan.
Kabar itu dikirim dari
kotanya, Lhokseumawe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar