22 Mei 2015

MALAM


Malam yang kau kirimkan sudah sampai sedari tadi di hadapanku, tapi tanpa adanya dua buah bola mata indah dengan cilak disekelilingnya itu terlihat, selalu berhasil membuat hatiku uring-uringan, lengkap dengan gundah dan gulana, serta resah yang dibungkus gelisah akan beribu tanya, sementara kenangan-kenangan sebelumnya memaksa untuk dikenang, dihidupkan kembali, yang malah membuat raga ini semakin terasa mati. Aku pun tahu  Rahmi, kau tidak dengan senang hati mengirimkan gelap ini padaku, pun mungkin malammu di sana lebih terasa kelam. Tapi biarpun begitu, kita sama-sama tahu, Rahmi, pagi selalu datang membawa terang, mentari tak pernah lupa membawa sinarnya, embun pagi selalu berhasil membersihkan malam dari bumi.

Rupa-rupanya dengan cara seperti inilah sifat tidak mau kalah kita coba digoyahkan dan dipatahkan oleh entah siapa, entahpun apa, sesuatu, yang tak terlihat tapi kita tahu ada. Atau segalanya kecuali kita berdua, mungkin beberapa dari orang-orang yang ikut berbahagia dengan berbahagianya kita bersama.

Aku tak mau kalah, sayang. Terlebih kau, yang lebih tak mau kalah, seringnya aku yang kalah padamu. Tapi entah kenapa tiap kalah darimu aku tetap merasa senang, kau memang curang.



Malam ini malam ketiga ratus, entah tiga ratus berapa pastinya,
aku mencoba lupa. Dan anehnya tidak ada yang terasa biasa, tidak ada yang biasa-biasa saja. Setiap halnya seperti baru dan masih segar, aku seperti jatuh cinta lagi tiap saat, tiap hari demi hari, berulang dan terus. Semengerikan inikah cinta itu jika dijalankan dengan benar, Rahmi? Mungkin kau tak bisa menjawabnya, maka biarkanlah tak terjawab. Aku juga tidak  terlalu berniat mencari jawabannya, biarkan jawaban itu yang akan menemukan kita kelak, seperti seorang perempuan dengan senyum menawan yang menemukan uang di kantung celananya walaupun sebenarnya itu uang dia juga, lalu terkejutlah kita. Sebab di dunia yang ini, aku yakin tidak ada yang tidak suka dengan kejutan, kalaupun ada, dia itu hanya sok-sokan saja agar terlihat berbeda dari yang lainnya. Tidak ada yang bisa menolak rasa aneh yang ditimbulkan oleh kejutan itu, sayang. Pun sama dengan kau, saat aku datang ke rumahmu tengah malam buta tanpa cahaya bintang di langit, para bintang sedang bersembunyi, sebab mereka terlalu malu untuk keluar karena malam itu kau terlihat bersinar dengan raut wajah berbahagia. Kau bilang padaku kalau malam itu hari dimana kau lahir dulu. Kau tidak bisa menutupi perasaan aneh itu kan, Rahmi? Terkejut itu tidak melulu bahagia, tapi apapun, terkejut itu tetap kejutan, rasa anehnya sama.


Tukang pos pengantar malammu hari ini datang terlalu cepat, Rahmi. Apa kau pakai express kali ini agar lebih cepat sampai? Lalu aku akan lebih cepat pula merindukanmu, kau memang curang, aku akui itu. Malammu dibungkus di dalam amplop merah jambu dengan wangi yang khas, Rahmi. Amplop putih sebenarnya, hanya saja ada banyak tulisan juga gambar-gambar dengan tinta merah terang di sekeliling amplop itu, sehingga terlihat seperti berwarna merah jambu. Sebab apabila merah bertemu dengan putih akan membuat warna baru, merah jambu. Kita pelajari itu di sekolah.


Dahulu kala, sebelum aku dilahirkan menjadi aku, Rahmi, aku adalah merah. Aku merah yang pemberani. Entah kau ingat atau tidak, kau itulah putih yang suci. Di suatu pagi yang penuh tawa, aku mencoba lupa tepatnya hari apa, tapi aku tak bisa, Rahmi, hari itu hari minggu, minggu yang cerah, kita dipertemukan. Tentu saja dengan sebuah alasan, sebab tidak akan ada di dunia yang ini sebuah kebetulan. Kita bertemu dan asik. Singkatnya kita saling tertarik, lalu beberapa bulan kemudian kita jatuh, kita jatuh pada cinta yang sama, Rahmi. Kita sangat jatuh cinta pada kita. Sebab aku adalah merah yang pemberani, maka pada suatu malam aku memberanikan diri untuk menanyakan padamu, maukah kau menyatu denganku? Setelah pertanyaan yang keberapa ratus, akhirnya kau mau, “iya” jawabmu. Malam itu pula kita menyatu, sungguh membahagiakan sekali malam itu. Lalu malam itu pula untuk pertama kalinya ada warna baru, Merah Jambu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar