20 Juni 2015

Bosan

Sore ini, matahari berbaik hati menemani dalam kesibukanku yang tidak terlalu sibuk, atau lebih tepatnya disibuk-sibukkan agar terlihat sibuk. Matahari satu-satunya yang tahu betul bagaimana sebisanya kulawan kebosanan, melawan kantuk yang sangat sebab tidurku masih kurang pagi tadi. Entah berapa kali sudah aku menguap seharian ini. Matahari dengan sinarnya yang kekuningan masuk menembus kaca jendela di sebelah kananku, memantul di lantai keramik kuning yang sedang kuinjak, membawa panasnya yang kini mulai terasa menembus sepatu dan kaos kaki panjang sebetis yang sedang kupakai, kaos kaki ini, kekasihku yang memberikannya.

Kini, ada bayangan di bawahku, tepat di bawah bangku hitam yang sedang kududuki ini, cukup nyaman. Di atas meja yang sedang kupakai untuk menyibukkan diri, matahari mengajak bermain dengan sinar keemasannya, berlarian di keyboard dan jari-jariku, tak kupedulikan, aku terus menyibukkan diri.

Di luar, dari jendela yang tepat di hadapan kananku, bisa kulihat dua pria sedang sibuk dengan urusan mereka, melayani orang-orang yang berdatangan sambil membawa kendaraan bermotor mereka. Aku tahu, dua pria itu memang sibuk, bukan seperti aku. Dua pria tadi memakai kemeja merah juga celana merah, itu seragam yang mencolok mata. Mereka membawa serta senyum di bibir selalu, entah mereka memang sedang berbahagia atau dibahagia-bahagiain agar terlihat bahagia. Entahlah. Yang jelas aku sedang bosan, bahkan saat melihat mereka berdua.

Semakin sore, matahari semakin rendah, bayangan kakiku pun makin menjauh dan cahayanya terus memudar. Terdengar dari luar kendaraan berlomba-lomba menuju pulang, siapa yang lebih dulu sampai ke rumah dan merebahkan tubuh. Sekencang mungkin menancap gas membuat kenalpot menjerit. Tapi memang, pulang dan beristirahat adalah pilihan yang paling menyenangkan saat ini. Tidur dan membunuh semua rasa bosan yang ada.
Tapi belum, aku masih harus membiarkan bosan ini terus menang atas diriku dan menguasai keadaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar