28 Juni 2015

Panggilan Tak Terjawab

Pagi tadi adalah pagi ternyenyak juga terlelah aku rasakan selama bulan puasa yang sudah beberapa hari berjalan. Biasanya selalu ada bapak-bapak atau anak remaja masjid yang sedari pukul 3 pagi sudah berteriak “Sahuur” “Sahuur” diselingi canda dan tawa kecil sesekali membantu membangunkan orang-orang sekitar masjid yang harus melawan diri sendiri dari malas dan tidur pulas untuk bangun di pagi buta seperti selayaknya, lalu bergegas sahur makan hingga puas, terutama aku. Tapi entah karena lelah tadi malam yang berpencar menyeluruh ke setiap daging di bawah kulit dari badanku ini, sebab sehabis pulang menyibukkan diri bekerja, aku melanjutkan kesibukan lagi bersama teman berbuka puasa bersama, lalu terus bersama-sama hingga pukul 12 malam, kemudian pulangku pun dengan keadaan super lelah dan ngantuk yang wah. Kali ini berbeda, suara teriakan dari masjid tidak lagi bisa kudengar, atau apapun, bahkan alarm yang biasa selalu berbunyi setiap pukul 4 pagi. Aku terbius oleh siluman mimpi, aku tidak sadarkan diri, ketika aku terbangun, matahari sudah tinggi, burung-burung sedang bernyanyi, entah pun sedang meledek aku yang sedang bingung sendiri.

Kemana semua orang? Kenapa tidak ada yang begitu memperdulikan aku, pria yang sedang dilanda rindu dan ditinggal sang kekasih ini. Oiya, Rahmi, kau pun entah kemana, membiarkan aku sendiri tidak sahur lalu harus berpuasa dari pagi kemudian mandi dan pergi, bekerja dengan membawa serta lapar juga rindu yang aku pun tidak tahu mana yang lebih menyiksa saat ini. Begitu kira-kira diriku berbicara dengan rasa kesal dan sesal.


Saat kesadaran yang sedang kukumpulkan mulai kembali, kuambil telepon genggam yang hanya diam di sebelahku. Aku kaget dengan apa yang kulihat, 8  panggilan tidak terjawab darimu Rahmi, aku merasa berdosa telah berfikir yang entah-entah padamu kekasih, disaat  yang sama aku pula merasa senang yang teramat atas usaha dan kepedulian yang sangat. Pukul 4 tadi kau coba membangunkan aku, membangunkan aku seperti biasa, seperti kemarin saat tiba-tiba suara nada dering dari telepon genggam  yang selalu kuletakkan disebelah tempat tidurku berbunyi keras, membangunkan aku dari mimpi yang bercampur dari satu cerita ke cerita lainnya. Bahkan kadang abangku yang tidur di sebelah juga ikut terbangun tapi kemudian tertidur lagi. Namamu yang muncul di layar telepon genggam itu, kau menelpon untuk membangunkan aku sahur, baiknya kau Rahmi, semoga kau selalu diberi kebahagiaan yang tidak sudah-sudah, dan semoga lagi akulah alasan bahagiamu.

Mataku langsung menyala, terang seperti lampu stadion, ngantukku buru-buru hilang saat melihat namamu dan foto lucu itu muncul, kau tahu sayang, aku selalu gembira bersemangat tiap kali menerima telepon yang berasal darimu, seperti teleponan kita pertama kali, masih sama tidak pernah berubah. Kita sempatkan membahas beberapa hal ringan pagi buta itu, sekadar menjaga kehangatan dari subuh yang sedang dingin.  Ketika merasa cukup, lebih tepatnya ketika kau sudah sangat ngantuk lagi, sebab tidurmu yang tetap nyenyak itu harus kau tunda karena aku alasannya, kita akhiri panggilan masuk itu, walau aku masih ingin berlama-lama sebenarnya. Kututup panggilan itu dengan beberapa kata sayang.


Ternyata delapan kali kau coba menahan sabar, menahan kantuk, juga godaan untuk tidur lagi yang hanya dalam hitungan detik saja. Tapi posisiku masih menang kedudukannya ternyata, terima kasih atas itu. Tapi kenapa aku begitu tidak tahu diri membiarkan kau sayang, harus bersusah payah melawan kantuk? Aku heran. Kucari tahu sebabnya sampai harus mengingat kembali beberapa kejadian semalam. Apa aku begitu lelahnya? Apa tidurku senyenyak itu? Atau malam itu begitu menyenangkan sampai membuat lupa segalanya? Ah, bukan itu. Aku selalu terbangun setiap ada bunyi yang cukup untuk memecah hening. Lalu apa? Ketika coba kucari tahu lagi, aku kaget menemukan penyebabnya, ternyata telepon genggamku dalam mode silent atau diam. Pantas saja, sebab ditelepon seribu kali pun tidak akan terdengar suara apa-apa. Sialan! Kenapa bisa aku membiarkan telepon ini dalam mode silent? Aku memaksa otakku mengingat kembali, aku benar-benar bersusah payah untuk itu sebab aku memang pelupa, maaf untuk kekuranganku itu, Rahmi.

Kemarin, sehabis kuangkat telepon darimu sayang, subuh itu aku tidur lagi, aku terbangun jam 9 pagi. Pagi yang cukup terlambat untuk bekerja, tapi sudahlah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?  Kemarin hari jumat, aku ingat sebab kau kekasih, mengingatkan aku untuk tidak lupa pergi jumatan siang nanti. Siang tiba di kotaku tepat waktu, membawa serta panas yang terik. Cukuplah untuk menguji kesabaranku yang sedang menahan haus ini. Sekitar pukul 12.40 aku berangkat menuju sebuah mushola kecil di depan tempat aku menyibukkan diri, cukup menyeberangi jalan satu arah yang  lumayan ramai itu dan sampailah aku. Setelah kubuka sepatu abu-abu dengan tanda centang merah di tiap sisinya, kubuka pula kaos kaki panjangku. Ketika itu, aku ingat kau sayang, sangat. Aku buru-buru menuju tempat wudhu, tentu untuk menganbil wudhu. Selesai itu, aku teringat untuk mematikan semua sumber suara dari telepon genggamku, kubuat mode silent semua ketika saat bersamaan aku berjalan mencari tempat kosong untuk duduk mendengarkan ceramah yang daritadi terdengar samar sebab perhatianku belum sepenuhnya kesana. Aku duduk dan diam.

Setelah selesai sholat dan mendoakan orang-orang kesayanganku sayang, aku kembali bekerja. Mataku tidak pernah lepas dari jam yang ada di sudut kanan bawah dari monitor yang sedari tadi kupandangi. Ketika sore datang menggantikan siang, aku perintahkan udara membawakan pesan untukmu, kukirimkan dengan penuh rindu dan sayang, saat kau terima pesan itu, aku sedang menyalakan motor yang sudah kududuki. “Hati-hati pulangnya, jangan ngebut, jangan emosian di jalan” katamu penuh perhatian. Kau tahu aku paling benci jalanan dalam keadaan lapar, penat, mood yang tidak pas, atau rindu yang sedang panas. Sebab aku pernah bilang; jalanan adalah tempat penuh marah. Kendaraan yang berdesakan, macet, orang-orang yang tidak punya sabar, pengendara motor yang ugal-ugalan, pengemudi mobil yang sangat suka membunyikan klakson, ibu-ibu pengendara motor yang mengira jalanan adalah miliknya seorang atau semuanya yang selalu salah di mataku. Semua hal itu sangat gampang mengudang marah. Kuiyakan penuh-penuh perintahmu tadi sayang, aku adalah kekasihmu yang penurut.


Teman-temanku sudah menunggu, kami akan buka puasa bersama sore ini, tiba di rumah kupersiapkan beberapa hal lalu kutemui langsung teman-temanku dan bersama-sama berangkat menuju sebuah cafe yang sudah kami booking beberapa meja untuk acara tahunan ini. Kegiatan yang menyenangkan, kami tidak ingin cepat sudah, kami lanjutkan lagi menikmati sore yang sudah menjadi malam hingga sangat larut. Sekita pukul 12an tengah malam, aku pulang dengan lelah dan ngantuk  yang sangat. Aku cepat tertidur, dan seharian itu aku lupa mematikan mode silent telepon genggamku.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar