Ingatanku tentangmu bagai sungai yang
berarus deras namun berbatu, mengalir dan bergelombang tidak teratur, saling
menghantam melahirkan percikan-percikan di udara. Sesekali percikan itu
menciptakan pelangi-pelangi kecil, hanya saja tak lama kemudian menghilang.
Seperti sebuah perasaan yang terus berubah mengikuti emosi, emosi yang tidak
terkontrol kadang rindu namun disaat bersamaan juga kesal dan marah. Lalu
kemudian menghilang begitu saja seperti tidak pernah ada perasaan apapun.
La Muerte,
Aku masih ingat bagaimana rupamu dari
pertemuan terakhir kita yang mungkin sudah beratus-ratus hari yang lalu. Kau
dengan topi besar ala Meksiko-mu yang penuh dengan lilin menyala di
sekelilingnya, membuatmu sangat bercahaya bagai dewa yang turun dari langit
hendak menyelamatkan manusia dari kehancuran. Hal paling aku suka adalah dua
mawar kuning yang menyelinap di kedua telingamu, juga tujuh mawar kuning
menempel melengkung di gaun merahmu dengan leher terbuka hingga sebagian buah
dadamu terlihat menonjol keluar. Buah dadamu yang setengah lingkaran sempurna,
manis sekali.
Hidungmu yang berbentuk as sekop
terlihat hitam dan mematikan, indah di wajahmu yang cantik namun menyeramkan.
Seperti seorang wanita penyuka malam, aku sering tersesat di dalam gelapnya
fikiranmu. Malam itu mengerikan, tidak banyak yang bisa kau dengar. Hanya
denting jarum jam dinding yang tiap detiknya berteriak menyebut namamu. Malam
itu mengerikan, membisikkanmu rayuan, membujukmu untuk mengakhiri sesuatu yang
tidak lagi bisa kau lanjutkan.
Matamu menyala merah bagai api, dan
tatapanmu selalu berhasil membakar perasaanku hingga menjadikannya abu kemudian
menghilang dihembus angin. Sebuah tato berbentuk hati terbalik di tengah
keningmu adalah hatiku yang sesuka hatimu kau balik-balik, seperti sebuah
mainan bagai tak berarti.
La Muerte,
Hatiku bukan mainan, ya walaupun cinta
itu kau anggap sebuah permainan, mungkin buatmu kita berdua hanyalah anak kecil
yang selalu ingin main. Tapi hatiku bukan mainan.
Aku pernah mengutuk diriku sendiri, aku
tidak akan tersakiti lagi. Tapi jatuh cinta padamu adalah candu. Cinta hanyalah
sakit yang memakai topeng kebahagiaan. Adalah luka yang menyenangkan.
Suaramu adalah mercusuar ketika kapalku
menghilang di dalam kabut di tengah laut. Aku suka suaramu, aku ingat kata-kata
yang kau ucapkan. Seperti katamu; cinta itu awalnya bukan apa-apa, lalu kita
mengada-ada, lalu kita berinama. Barangkali memang seperti itu, barangkali kita
hanya tidak bisa mengendalikan perasaan. Maka biarlah sekarang kumasukkan
seluruh perasaanku dalam penjara yang tidak tahu kapan dan siapa yang akan
membebaskannya.
Sampai bertemu beberapa ratus hari
lagi, La Muerte.
- Xibalba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar