11 Februari 2016

La Muerte

Ingatanku tentangmu bagai sungai yang berarus deras namun berbatu, mengalir dan bergelombang tidak teratur, saling menghantam melahirkan percikan-percikan di udara. Sesekali percikan itu menciptakan pelangi-pelangi kecil, hanya saja tak lama kemudian menghilang. Seperti sebuah perasaan yang terus berubah mengikuti emosi, emosi yang tidak terkontrol kadang rindu namun disaat bersamaan juga kesal dan marah. Lalu kemudian menghilang begitu saja seperti tidak pernah ada perasaan apapun.

La Muerte,

Aku masih ingat bagaimana rupamu dari pertemuan terakhir kita yang mungkin sudah beratus-ratus hari yang lalu. Kau dengan topi besar ala Meksiko-mu yang penuh dengan lilin menyala di sekelilingnya, membuatmu sangat bercahaya bagai dewa yang turun dari langit hendak menyelamatkan manusia dari kehancuran. Hal paling aku suka adalah dua mawar kuning yang menyelinap di kedua telingamu, juga tujuh mawar kuning menempel melengkung di gaun merahmu dengan leher terbuka hingga sebagian buah dadamu terlihat menonjol keluar. Buah dadamu yang setengah lingkaran sempurna, manis sekali.

Hidungmu yang berbentuk as sekop terlihat hitam dan mematikan, indah di wajahmu yang cantik namun menyeramkan. Seperti seorang wanita penyuka malam, aku sering tersesat di dalam gelapnya fikiranmu. Malam itu mengerikan, tidak banyak yang bisa kau dengar. Hanya denting jarum jam dinding yang tiap detiknya berteriak menyebut namamu. Malam itu mengerikan, membisikkanmu rayuan, membujukmu untuk mengakhiri sesuatu yang tidak lagi bisa kau lanjutkan.
Matamu menyala merah bagai api, dan tatapanmu selalu berhasil membakar perasaanku hingga menjadikannya abu kemudian menghilang dihembus angin. Sebuah tato berbentuk hati terbalik di tengah keningmu adalah hatiku yang sesuka hatimu kau balik-balik, seperti sebuah mainan bagai tak berarti.

La Muerte,

Hatiku bukan mainan, ya walaupun cinta itu kau anggap sebuah permainan, mungkin buatmu kita berdua hanyalah anak kecil yang selalu ingin main. Tapi hatiku bukan mainan.
Aku pernah mengutuk diriku sendiri, aku tidak akan tersakiti lagi. Tapi jatuh cinta padamu adalah candu. Cinta hanyalah sakit yang memakai topeng kebahagiaan. Adalah luka yang menyenangkan.

Suaramu adalah mercusuar ketika kapalku menghilang di dalam kabut di tengah laut. Aku suka suaramu, aku ingat kata-kata yang kau ucapkan. Seperti katamu; cinta itu awalnya bukan apa-apa, lalu kita mengada-ada, lalu kita berinama. Barangkali memang seperti itu, barangkali kita hanya tidak bisa mengendalikan perasaan. Maka biarlah sekarang kumasukkan seluruh perasaanku dalam penjara yang tidak tahu kapan dan siapa yang akan membebaskannya.

Sampai bertemu beberapa ratus hari lagi, La Muerte.


- Xibalba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar