6 Februari 2016

Surat Bertinta Emas


Tatiana tercinta,
Surat yang kau kirimkan sudah sampai padaku, lengkap dengan wangi parfum yang dengan sengaja kau semprotkan. Kau tahu aku sangat suka wangi tubuhmu, wangi yang berasal dari parfum itu tentu. Juga seorang pria tua yang datang bersama dengan suratmu, belakangan aku sadar kalau pria tua itu hanyalah tukang pos. Aku sempat bingung mau aku apakan pria tua itu, akhirnya setelah berbincang cukup lama aku suruh pulang saja.

Kau tahu Tatiana apa yang kami perbincangkan?

Sore itu senjaku kehilangan kemilaunya, juga burung-burung yang suka terbang di sana, dan perahu yang biasa lewat dan membentuk siluet di kejauhan. Semua menghilang. Senjaku tidak lagi jingga. Perlahan sinarnya memudar, dan kehilangan kemilaunya. Aku dan pria tua itu sama-sama terkejut melihat senjaku yang tidak lagi merona membakar langit dan kehilangan keemasan.

Surat yang kau kirimkan Tatiana, mengejutkan tiap bulu di tangan, kaki, juga perut dan dadaku. Semua sontak berdiri serentak tanpa kuberi aba-aba. Sedangkan aku masih saja menatap surat yang sama beberapa menit setelah kertas coklat yang membungkus suratmu kubuka, hingga aku percaya itu memang darimu. Aku sempat berharap surat ini hanya salah alamat, atau tukang pos tua itu sudah terlalu tua untuk mengantar surat ke alamat yang benar. Tapi kenyataan menamparku dengan kebenaran, itu memang suratmu dan ditujukan memang untukku.

Suratmu bertinta emas Tatiana,
Sepertinya senjaku sudah kau tuliskan ke dalam suratmu, menjadikannya kata-kata yang begitu indah, menjadi kalimat-kalimat pembuka, menjadikannya nama-nama yang tidak begitu kukenal, menjadikannya doa-doa tentang kebahagiaan yang bukan kita. Menjadikannya sebuah tanggal juga hari yang aku tahu betul hari itu seminggu lagi.

Sepertinya senjaku tidak akan pernah lagi ada Tatiana, kecuali dalam suratmu yang merona memancarkan cahaya keemasan yang membakar seluruh langit dan menyilaukan mataku dengan sinarnya. Kudengar pula kepak sayap burung camar dalam suratmu.


Suratmu bertinta emas Tatiana,

Sepertinya senjaku sudah kau tuliskan menjadi namamu, berdekatan dengan nama seorang pria yang aku tidak tahu siapa, barangkali aku tahu artinya  apa. Dan semua ini mengacaukan duniaku. Bagaimana tidak, senjaku tidak akan lagi terbenam di tempatnya semula.

Ah, sudahlah. Aku tidak tahu lagi harus menulis apa. Aku sedang kacau. Biarkan aku memakan semua perasaanku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar