Apa kabarmu Maria?
Doaku selalu menyebutkan tentang kebahagiaan-kebahagiaan
untukmu dimanapun kini engkau sedang membaca surat ini, atau kuharap kau akan
membaca surat ini. Mendoakan adalah cara terbaik yang kubisa untuk merindukanmu
dengan sebaik-baiknya. Tak lupa pula kudoakan kau terus agar dijauhkan dari
sakit dan juga marabahaya yang bisa saja mengancam keselamatanmu Maria. Walau
tidak pernah sekalipun kudengar lagi kabarmu setelah tiga tahun lamanya sejak
terakhir kuantarkan kau ke stasiun kereta api untuk keberangkatanmu menuju negeri
bagi mereka-mereka yang memiliki mata bercahaya biru layaknya batu mulia.
Sepeninggalmu kota kita masih sama saja Maria,
tidak banyak yang berubah, sama sekali tidak berubah. Aku masih saja bisa
mendapatimu melintas di persimpangan jalan yang setiap hari kau lewati
sepulangmu dari pasar, walau tiap kali kau kukejar, yang kukejar hanyalah
masalalu. Maria, orang-orang bilang aku gila karnamu. Jika memang demikian maka
biarlah aku gila, setidaknya aku tidak hidup dalam kewarasan yang di dalamnya
tidak pernah ada kau. Bisa kau bayangkan bagaimana gilanya itu Maria? Sebuah kehidupan
yang waras yang di dalamnya tidak pernah ada kau. Betapa membosankannya
kehidupan itu.
Apalah pentingnya gila atau waras di hadapan cinta.
Bukankah cinta itu adalah waras dan gila disaat yang bersamaan.
Maria, kota kita tidak banyak berubah, anak kecil
dengan topi kebesaran yang selalu berdiri di trotoar dan menunjukkan raut wajah
yang berbahagia, terus berteriak dengan nada yang bersemangat “churros” “churros”
menjajakan dagangannya. Anak kecil itu masih berdiri di tempat yang sama ia
berdiri tiga tahun yang lalu. Kemarin aku membeli churro anak kecil itu, dan
lagi-lagi Maria, kota kita tidak berubah sama sekali, aku melihatmu juga di
sana di balik kerumunan manusia-manusia keji yang hanya mementingkan diri
sendiri dan menjunjung tinggi gengsi lalu lalang kesana kemari, terlihat samar
kau sedang melihat ke arahku. Dan kau mendadak hilang pada langkah kakiku yang
pertama untuk mendekatimu.
Apa aku memang sudah gila kau buat Maria?
Maka biarlah aku tergila-gila padamu, seperti
selama ini. Maka sembuhkanlah kegilaanku Maria, jadilah hal terwaras di dalam
duniaku yang teramat gila. Maka kita akan sempurna.
Kau tahu kenapa mereka berinama kota kita San
Angel, Maria?
Jangan tanya aku, sebab aku tidak tahu menahu soal
siapa dan kenapa kota kita diberi nama San Angel. Kukira kau yang lebih tahu, sebab
yang kutahu kau adalah salah satu dari malaikat-malaikat itu.
Aku menunggu kepulanganmu, aku selalu menunggu. Setiap
hari, tiap malam ke malam, harapanku selalu sama. Pulanglah, begitu banyak yang
ingin aku tunjukkan padamu. Ada beratus kisah yang ingin aku ceritakan untuk
dongeng pengantar tidurmu. Gitar yang kau berikan padaku Maria, tidak
henti-hentinya kumainkan ketika malam semakin diam, barangkali angin akan kasihan
melihatku yang merindumu segila itu dan berbaik hati membawakan suara petikan
gitarku hingga ke telingamu, meski kau sedang tertidur sekalipun. Andai saja
menjadi mimpi indah buatmu.
Tiap senja pula aku selalu duduk di stasiun yang
sama ketika aku mengantar kepergianmu tiga tahun lalu, menunggumu, berharap
melihatmu di antara manusia-manusia yang berdesakan turun dari kereta api yang
baru saja tiba, saling dorong, tidak sabaran, yang selalu merasa waktunya
selalu lebih penting dari waktu manusia manapun di bumi ini, yang selalu merasa
kepentingannya jauh lebih penting dari kepentingan siapapun, bahkan lebih
penting dari keselamatan siapapun. Duduk menunggumu bersama mereka-mereka yang
menahan sabarnya untuk sebuah temu. Dan aku malah memperhatikan seseorang yang tidak
kukenal yang sangat berbahagia ketika perginya telah pulang, ketika kekasihnya
yang menangis haru di dalam dekap lengannya yang sudah sangat lama menunggu datangnya
hari itu, menunggu untuk sebuah peluk. Aku turut berbahagia melihat mereka,
melihat rindu-rindu yang akhirnya merdeka.
Maria Posada cintaku,
Ingatlah ini tiap kali kau melihat senja Maria, ada
seseorang di belahan bumi lain sedang duduk memperhatikan kereta api yang tiba dan
manusia-manusia yang dibawanya, berharap kau ada di antara mereka.
- Manolo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar