3 Februari 2016

TATIANA



Tatiana tercinta,





Bersama surat ini aku sisipkan rinduku yang teramat sangat padamu, sangat banyak hingga aku sendiri saja capek untuk menghitungnya. Kutuliskan nol koma seratus delapanpuluh dua persen dari rinduku ke tiap huruf di dalam surat ini agar hatiku tidak penuh sesak dengan anak-anak rindumu. Tatianaku sayang, boleh saja kau hitung sisanya, tapi jumlahnya akan lebih banyak dari butir pasir di pantai tempat kau sedang duduk menikmati senja saat ini.


Senja yang keemasan seperti membakar langit, merona jingga di mana-mana. Aku yakin senja yang sedang kau pandangi sangat indah, lengkap dengan angin pantai yang berhembus cukup kencang mengibaskan rambut pirangmu yang panjang sepunggung, sesekali menutupi mata juga wajahmu, dan kau akan sibuk membereskan rambut itu kembali ke posisinya. Juga suara ombak dan kepak burung yang membuat senja itu akan lebih indah lagi. Dalam khayalanku, saat ini kau sedang duduk sangat dekat ke bibir pantai hingga sapuan ombak selalu membasuh pahamu yang mulus. Akan sangat menyenangkan berada di sana saat ini. Tapi aku tidak bisa. Tapi Tatiana, aku yakin mataku akan lebih memilih memandangmu andai saja aku berada di sana tepat duduk di dekatmu, sangat dekat hingga aku bisa merasakan wangi tubuhmu yang basah dan sedikit lengket, ada pasir di sekujur tubuh indahmu.


Tatiana, senja tidak lebih indah darimu.


Saat ini sedang hujan di kotaku, tentu aku mengingatmu ketika menulis surat ini, tapi aku tidak hanya mengingatmu, aku juga mengingat hujan. Bersama surat ini pula aku ingin menceritakan sebuah hujan padamu Tatiana, hujan yang sangat aku ingat melebihi apapun yang tinggal di dalam ingatanku. Bahkan kau, sayang. Hujan ini abadi tinggal dalam ingatan. Hujan itu berbentuk menyerupai seorang perempuan, memiliki tangan juga kaki, aku sering dan sangat suka menggenggam tangannya. Aku suka memakai jarinya untuk mengupil, tapi  sebanyak apapun kucoba hujan pasti menang dan melepaskan tangannya dari tanganku. Lalu ketika aku memperlihatkan wajah kekalahan, dengan tiba-tiba hujan akan menarik lubang hidungku dengan jari-jari kecilnya untuk membuatku tertawa. Hujan selalu punya caranya sendiri untuk membawakan senyum di wajahku. Bahkan ketika aku sedang pura-pura diam hujan akan dengan sengaja mengajakku ke mini market untuk membeli vitamin C lalu menyuruhku memakannya, katanya aku diam pasti karena sedang sariawan.


Mungkin sekarang kau sudah mengerti Tatiana, mengapa aku begitu senang ketika hujan turun, bahkan ketika sedang bersamamu aku lebih memilih menikmati hujan, diam dan merenung ketimbang menikmati bibir merahmu yang tipis dan lebar dengan hidung mancung.


Mungkin kau masih ingat aku pernah bercerita tentang sebuah sore yang sedikit gerimis padamu. Sore yang kehilangan senja sebab hujan di mana-mana, sore yang menelan kilau emas matahari dan mengubahnya menjadi mendung yang sendu. Sore itu Tatiana, sore itu aku bertemu hujan. Sore itu waktu seperti tidak akan pernah menjadi singkat, seakan sore itu  akan selamanya dan tak pernah berakhir. Seperti seseorang yang sedang jatuh cinta tidak mengenal akhir untuk berjuang memerdekakan cintanya. Kau tahu betul rasanya seperti apa Tatiana, kau juga merasakan itu padaku.


Sore itu aku menatapnya dengan perlahan, perlahan agar aku ingat betul setiap jengkal dari hujan, kelak suatu hari aku ingin mengingat hujan dan aku akan mengingatnya dengan sangat baik tanpa melupakan sedikitpun tentang keindahannya. Helm motorku yang sedari tadi sudah kubuka ketika melihatnya terus saja ku pegang, ketika itu aku tidak ingin sesuatu apapun menghalangi pandanganku menikmati hujan. Hujan ini memiliki wajah cantik dengan senyum yang entah apa menyebutnya. Lebih dari manis. Tatiana jangan marah padaku, bahkan kau sendiri pun akan setuju dengan perkataanku ketika melihat hujan ini. Senyumnya lebih dari manis. Aku berani bertaruh kau akan menyukainya. Jika aku menang, aku harap kau tidak membenciku sebab aku lebih merindukan hujan ketimbang kau. Seratus delapanpuluh dua kali lipat dari rinduku padamu.


Tatiana maaf, aku masih saja memikirkan hujan berhari-hari, berminggu-minggu. Aku merasa bisa saja tidak memikirkannya, tapi otakku tidak mau tau apa yang hatiku rasakan, otakku bekerja sendiri untuk terus mengulang fikiran-fikiran tentang hujan dalam kepalaku. Tentu aku menikmati fikiran itu, aku pernah sangat berbahagia bersama hujan, walau aku masih saja merasa waktu tidak pernah cukup bagi kami.


Kau tahu Tatiana? Sore itu hujan juga menangkapku dengan matanya yang sangat indah, bulat besar dengan lekuk menyerupai daun, dan memenjarakan aku dalam-dalam di dalam tatapannya. Sore itu adalah penampilanku yang paling ia suka. Hujan bilang padaku aku sangat ganteng sore itu. Aku masih ingat betul baju yang kupakai, kaos hitam dan kemeja biru dari luar. Andai saja boleh, aku sangat ingin memakai baju itu setiap hari, agar hujan senang, dan aku terlihat ganteng terus menerus. Tapi tidak, hujan selalu protes tiap kali aku memakai baju yang sama. Dasar hujan!

Hujan ini Tatiana, adalah hujan yang paling indah dari seluruh hujan yang pernah kulihat, bukan itu saja, hujan ini lebih indah dari senja yang sedang kau pandangi. Bahkan juga lebih indah darimu, Tatiana.

Hujan ini sangat nyaman, seperti sebuah ciuman di kepalaku ketika aku sedang setengah sadar setengah tertidur yang kemudian membuat tidurku lebih nyanyak dari tidur seorang bayi. Hujan membuatkan aku sebuah pelangi, membahagiakan aku bagai anak kecil yang riang ketika hujan reda. Hujan tau betul tentang aku, ia akan turun ketika aku sedih, bahkan sedih karenamu, Tatiana. Hujanlah yang selalu ada untukku, bukan kau.


Maaf Tatiana.



Kalau saja bisa seseorang hidup di masa lalu dan berharap mengulang kembali apa saja yang ingin diulang tanpa harus memikirkan masa depan, tidak usah khawatir akan tua, sakit atau pun mati. Tidak pernah merasakan sakit, terluka, dan kesepian. Aku adalah orang yang pertama kali tinggal di sana.

Maafkan aku Tatiana, kau tidak perlu membuang-buang waktumu untuk mencintai seseorang yang lebih memilih tinggal di masa lalu ketimbang hidup dengan kenyataan bersama denganmu.


Maafkan, aku lebih mencintai hujan ketimbang kau

Kekasihmu, Pengagum Hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar