Menjelang pagi, datang pula teman lama yang sangat kukenal berkunjung lagi. Padahal aku sedang sangat tidak ingin dikunjungi oleh siapapun, oleh apapun, sebab saat ini aku sangat tidak ramah pada dunia dan seluruh isinya, kecuali kau, Rahmi, kau selalu jadi pengecualian, kau berada di tempat khusus di dalam duniaku.
Temanku
ini hanya berkunjung tiap matahari sudah lama tenggelam, tiap malam saat hari
akan berganti, tiap malam menjelang pagi. Temanku ini, aku tidak pernah tahu
namanya siapa atau dia ini apa, dimana tinggalnya, anak siapa dia, aku tidak
pernah tahu. Aku hanya tahu kami berteman bertahun-tahun lalu, kami tidak
dekat, namun kami seringkali menghabiskan malam bersama. Bahkan sampai saat ini
aku tidak pernah tahu bentuk wajahnya, warna kulitnya, atau panjang hidungnya.
Menjelang
pagi, ada sunyi yang teramat sangat menyendiri, duduk di sudut-sudut gelap
memeluk kakinya sendiri. Ia berteman dengan suara yang nyaring, pelan namun
sering, itu suara malam, dari tiap semak dan di balik tanah yang sedikit basah
dibasuh embun diwaktu menjelang subuh. Sunyi sangat pendiam, ia tidak pernah
bersuara, kadang ia hanya bersender di balik tembok-tembok rumah, menyelinap di
tiap sela pintu dan jendela, kadang terbang bebas kemana saja. Sunyi menyukai
gelap, teramat sangat pada malam yang sangat kelam. Sunyi juga punya satu teman
lain, denting suara jarum jam di tiap dinding dingin yang diselimuti malam dihembus
angin.
Menjelang
pagi, suara-suara malam terdengar dari tiap penjuru arah, pelan namun jelas,
berbisik melalui udara ke dalam gendang telinga, membawanya sampai ke otak
untuk dicari tahu itu suara apa. Aku tahu itu suara knalpot motor yang
menjerit, saat pedal gas ditarik habis melejit membelah angin lalu hilang
ditelan malam. Suara gaduh dari jalanan yang rusak saat truk-truk gandeng
melintas menggetarkan bebatuan. Suara burung hantu yang terbang di atas atap-atap
rumah dengan mata bersinar di antara malam memperhatikan tiap jengkal tanah,
menunggu tikus yang bersembunyi, lelah kemudian lengah, kemudian dengan satu sambaran menerkam. Lalu dari balik gelap terdengar suara nafas terakhir tikus yang dicengkram dan digigiti paruh yang tajam. Suara teriakan dari tiap tetesan air saat jatuh pada genangan yang selalu keluar dari kran walau diputar sekeras apapun. Atau suara nyanyian cicak yang sampai saat ini aku tidak tahu entah apa artinya.
menunggu tikus yang bersembunyi, lelah kemudian lengah, kemudian dengan satu sambaran menerkam. Lalu dari balik gelap terdengar suara nafas terakhir tikus yang dicengkram dan digigiti paruh yang tajam. Suara teriakan dari tiap tetesan air saat jatuh pada genangan yang selalu keluar dari kran walau diputar sekeras apapun. Atau suara nyanyian cicak yang sampai saat ini aku tidak tahu entah apa artinya.
Menjelang
pagi, kantuk yang sedari tadi kutunggui baru saja sampai, tiap kutanya ia tak
pernah mau menjawab darimana. Aku tebak ia baru saja dari sebuah club bersama
temannya, berpesta menghabiskan uang yang didapat dari merengek meminta pada
sang Ibu lalu berlagak seolah-olah itu uangnya. Kemudian pulang dan bertingkah paling
mabuk seolah tidak sadarkan diri, padahal ia sangat sadar kalau Ibunya akan
sangat marah saat tahu uang yang diberinya tadi dipakai hanya untuk memusingkan
kepala sendiri.
Menjelang
pagi, rindu yang kau beri padaku pertama kali dulu, terbangun, mungkin ia habis
bermimpi buruk karena tidak membaca doa. Tapi tidak, sehabis kutanya, ternyata
ia bermimpi tentangmu Rahmi, tentang waktu dan temu kita yang mungkin sudah
hampir seribu. Tentang percakapan kita yang bila kita tulis mungkin sudah
berpuluh buku. Tentang tawa kita, yang tidak ataupun yang lucu. Tentang senyum
yang lahir dari bibirmu. Tentang diam kita yang angkuh yang rasanya bagai
terbelenggu. Tentang semua tempat yang pernah kita injak. Tentang segala hal
tentangmu.
Menjelang
pagi, saat mentari akan mulai bersinar, malam terusir dan beranjak pergi,
berpindah ke bagian bumi lain, membawa gelap serta sunyi. Saat langit mulai
berwarna biru, walau agak gelap, dering bunyi alarm terdengar samar dari salah
satu rumah mengusir diam.
Menjelang
pagi, kuminta pada mentari dan burung-burung untuk membawakanmu hari yang
hangat dan menyenangkan, bagai kicau burung yang menenangkan, juga kubisikan
pada angin untuk membawakanmu hembusannya yang mendamaikan. Lalu sisanya akan
aku peluk kau dengan rinduku, maka rindumu tidak akan kedinginan. Kemudian biarkanlah
aku selalu berada dalam hati dan juga fikiran dari tiap dirimu yang kurindukan.
Maka disini aku akan dengan tenang menuju lelapku.
bahasanya sangat susah dipahami..
BalasHapus